![babysitting extra]()
Cast: Yejin [OC], Chanyeol, Kai, Sehun, D.O, Baekhyun [EXO-K], Victoria [f(x)]// Genre: Comedy, Fluff, Family, Romance // Length: >4000w
Song Recommendation: Barry White – You’re My First, My Last, My Everything
Summary:
Mereka tidak menginginkan sang sepupu menikah.
“JANGAN MENIKAH, CHANYEOL-HYUNG!!”
Read this too :)
Babysitting [1] [2] || Baby Soo-Soo || Baby Sehunie || Baby Baekki || Baby Jonginie
***
Pagi yang cukup cerah. Semilir angin bertiup pelan di awal bulan Mei, matahari masih terus bermain-main dengan awan hingga teriknya tak terlalu dirasakan orang-orang. Burung-burung berkicau seru di pepohonan sambil menikmati pemandangan langit biru yang juga merupakan favorit Jongin, Sehun, Kyungsoo, dan Baekhyun.
Seperti biasa mereka akan pergi bermain di balkon utama sambil memandangi langit biru. Terkadang mereka bermain tebak-tebakan tentang bentuk awan.
“Itu bentuk Pororo!” kata Sehun menunjuk satu awan di atas sana.
“Bukan. Itu Crong,” balas Kyungsoo. “Soalnya dia mirip kodok.”
Jongin pun punya pendapat tersendiri. “Bukan, itu bukan Pororo atau Crong.” Dia tersenyum ke arah Kyungsoo dan mencubit pipi tembamnya. “Itu mirip Soo Soo.”
Sehun memutar kedua bola matanya lalu bertanya pada Baekhyun yang sedang makan biskuit bayi di babywalker-nya. “Kalau menurut Baekki awan itu mirip apa?”
Mata bulat Baekhyun si bayi mengikuti tangan Sehun yang menunjuk ke arah gumpalan awan putih di sana dan dia cekikikan dengan dagu penuh iler. “Dda…dda…dda…” (Um, bahasa bayi. Seseorang harus menerjemahkannya).
“Oohh, ya ya ya. Mirip Baekki, tentu saja.” Sehun mengangguk seakan paham apa yang dikatakan Baekhyun (Apa kau belajar hal ini sejak lama, Sehunie?) Kemudian Sehun berbalik menghadap Jongin dan Kyungsoo sambil menjulurkan lidah. “Weekk! Awan itu mirip Baekki, bukan Soo Soo.”
Oh, terserahlah awan itu mirip apa dan siapa—mereka tak lagi memikirkannya saat melihat mobil Chanyeol sang sepupu masuk ke dalam pekarangan rumah. Mereka pun segera melompat kegirangan.
“Chanyeol-hyung!!” panggil Kyungsoo dengan suara nyaringnya.
Chanyeol celingukan kesana kemari—mencari suara Kyungsoo yang entah bersumber dari mana.
“Hyung, dari atas sini!” teriak Jongin hingga akhirnya Chanyeol menengadah dan mendapati keempat anak ini berada di balkon.
“Hei, apa yang kalian lakukan di sana?” Chanyeol harus sedikit menutupi wajahnya dengan tangan agar sinar matahari tidak terlalu menusuk matanya.
“Bermain,” jawab Kyungsoo riang.
Ah, ya bermain. Seharusnya Chanyeol tak perlu bertanya. Ini hari yang cerah, semua anak pasti sedang bermain apalagi di hari libur seperti ini. Betapa bodoh dirinya. Tapi lupakan semua itu, Chanyeol punya urusan yang lebih penting—yang membawanya kemari pagi-pagi. Ya, pukul delapan harusnya dia masih berada di tempat tidur dan bergelung bagai kucing.
“Di mana ibu kalian?”
“Di dapur sedang membuat pancake,” sahut Jongin.
Chanyeol mengangguk dan melambaikan tangan pada mereka. Dia segera masuk lewat pintu belakang, lalu anak-anak ini juga ikut bergerak. Walau Chanyeol terkadang menyebalkan, tapi mereka tetap melihat sosok itu sebagai sepupu yang seru dan kedatangannya selalu ditunggu.
“Aku mau bertemu Chanyeol-hyung.” Sehun beranjak dari sana.
“Aku juga.” Kyungsoo menyusul.
“Aku juga.” Jongin berlari menyusul kedua anak itu dan Baekhyun…
“Dda…dda…dda…!!!”
Jongin muncul kembali di balkon dan buru-buru menggendong si bayi Baekhyun, “Maaf, Baekki. Aku lupa kau belum bisa berjalan.”
Ugh, jangan pernah meninggalkan Baekhyun seperti itu!
Ketiga anak itu terlambat bertemu dengan Chanyeol si sepupu favorit di dapur. Ibu mereka beserta Chanyeol telah pindah ke ruangan lain—meninggalkan semangkuk adonan pancake di meja dan mereka tahu ke mana kedua orang itu pergi.
Ruang kerja Victoria.
Dan itu berarti…
Ada masalah serius yang tengah terjadi. Jongin, Sehun, Kyungsoo tahu hal ini betul. Setiap ada masalah pasti dibicarakan di ruang kerja milik ibu mereka—satu ruangan yang wangi, ada permen di toples, rak-rak buku, beserta meja kerja super besar, juga tak lupa sofa empuk dan nyaman warna merah.
Seperti saat Jongin mendapat nilai jelek untuk pelajaran matematika, Jongin berada disana satu jam penuh. Juga Sehun yang bertengkar dengan teman sekelasnya. Kyungsoo yang tidak sengaja ketiduran di kelas dan um, untunglah Baekhyun belum pernah masuk kesana.
Lalu sekarang Chanyeol ada di sana. Wow, masalah apa yang menimpanya?
“…benar begitu, Chanyeol?”
Suara Victoria sayup-sayup terdengar serius dari balik pintu dimana ketiga anak ini menempelkan telinga mereka—menguping.
“Kau serius? Yejin?”
“Mmm…ya, bi. Aku juga tidak tahu…”
Kyungsoo merapatkan telinganya ke lapisan pintu, berharap bisa mendengarkan lebih jelas apa yang mereka katakan. Hal itu juga diharapkan Jongin dan Sehun, karena mereka seperti berbisik-bisik di dalam sana.
“Apa sih yang mereka bicarakan, hyung? Aku tidak bisa mendengarnya dengan jelas,” keluh Kyungsoo bergerak tak nyaman.
“Psssttt!! Dengar, dengar, dengar, ibu bicara lagi.”
(Jangan mencontoh hal ini. Menguping bukanlah hal yang baik apalagi menguping pembicaraan orang dewasa. Memang mereka paham apa yang Victoria dan Chanyeol bicarakan?)
“…menikah?”
“Iya.”
Sontak ketiga anak itu menjauhkan diri perlahan-lahan dari pintu dan saling menatap satu sama lain. Kata ‘menikah’ sepertinya tak asing di telinga mereka, namun mereka juga ragu akan artinya. Seketika mereka perlu bertanya kepada seseorang tentang hal ini.
“Menikah?” tanya Sehun kaget.
“Chanyeol-hyung mau menikah?” sambung Kyungsoo.
“Dengan Yejin noona?” pekik Jongin tertahan. Mereka pun tenggelam dalam lautan sunyi tanpa satu suara. Entah mereka kaget atau apa, namun tak satu pun dari mereka mampu bicara.
“Memang—“ Kyungsoo memulai, “—menikah itu apa, hyung?”
Ah, ya…menikah itu apa? Apa itu makanan? Apa itu sejenis permen jelly rasa baru? Apa itu merk pakaian? Atau apakah menikah itu sebuah teknik melipat kertas origami (ini pasti pikiran Kyungsoo!), atau menikah itu hobi baru Minji (ini pasti pikiran Sehun!), atau menikah itu sebuah makhluk cantik di dunia (ini pikiran Jongin!), atau menikah itu mainan model baru bagi Baekhyun?
Tak satu pun mengerti.
“Masa kau tidak tahu apa itu menikah,” ujar Jongin meninggikan dagunya. Oh, akhirnya ada yang mengerti artinya.
“Memang apa artinya, hyung?” Kyungsoo merangkak ke sebelahnya dan Jongin berpikir sejenak.
“Err…menikah ya menikah.”
Kyungsoo menelengkan kepalanya ke samping, seolah seseorang baru saja memukul kepala itu dan mata bulatnya seakan memohon di beri penjelasan.
“Ddaa!!” pekik Baekhyun tiba-tiba dan lengan kecilnya terangkat menunjuk satu titik di dinding—foto pernikahan Victoria dan Nickhun yang terpajang di sana. Victoria memakai gaun panjang berwarna putih sedangkan Nickhun sang ayah bersanding disana dengan jas hitam dan dia tampan.
“Oooooh.”
Ya, mereka pada akhirnya mengerti.
“Menikah itu seperti ayah dan ibu,” ujar Sehun tepat sasaran.
“Oh, begitu…berarti Chanyeol-hyung akan berpose seperti ayah dan Yejin noona akan memakai gaun putih seperti ibu?” cicit Kyungsoo.
“Ya, kurang lebih begitu.” Jongin mengedikkan bahunya santai dan mereka semua terpaku di depan figura besar itu. Membayangkan Chanyeol—si sepupu mereka yang konyol harus berpose begitu serius sambil memandang Yejin dan berpegangan tangan. Wah, itu pasti akan sangat sulit dilakukan. Chanyeol adalah orang yang sulit menahan tawa.
Namun…
Menikah bukanlah sekedar berpakaian layaknya puteri dan pangeran, lalu berpose di depan kamera dan tada! Jadilah foto mereka yang dapat di taruh dalam figura. Bukan.
Menikah punya arti lebih dari itu.
Sehun adalah orang pertama yang menyadari hal itu. Kedua matanya bergerak ke arah timur dinding rumah mereka yang luas; mendapati sederet foto Victoria-Nickhun bersama-sama. Ada foto Nickhun menyuapi Victoria es krim di restoran, lalu ada foto mereka menggendong Jongin yang masih bayi, foto Nickhun menimang Sehun yang masih berumur lima bulan, Nickhun yang menuntun Kyungsoo pada umur sebelas bulan di trotoar, dan Baekhyun yang baru lahir di dalam dekapan Nickhun.
Kehidupan sesudah menikah tentu berbeda, mereka harus menyadari hal itu.
“Kalau Chanyeol-hyung menikah…” gumam Sehun perlahan sembari menyentuh foto Chanyeol di salah satu figura, satu yang sedang tersenyum bersama mereka. Dia ingat hari itu adalah ulang tahun Kyungsoo yang ke-tiga. Mereka sangat bahagia.
“Kalau Chanyeol-hyung menikah? Bukankah itu bagus?” kata Kyungsoo gembira.
Sehun menggelengkan kepala.
“Kenapa?”
“Tidak kah kalian sadar jika Chanyeol-hyung menikah…dia tidak akan bertemu kita lagi?” suara Sehun sedikit gemetaran.
Jongin dan Kyungsoo menatapnya bingung. Mereka tak mengerti apa yang Sehun bicarakan karena Chanyeol akan menikah dan semua orang yang menikah itu bahagia seperti dalam foto, lalu apa maksudnya tidak akan bertemu kita lagi?
“Chanyeol-hyung akan punya rumah sendiri. Chanyeol-hyung tidak akan berkunjung ke rumah kita lagi. Dia akan punya keluarga sendiri, punya anak-anak yang lebih lucu daripada kita.”
Oh, tidak! Sehun benar! Mereka benci Sehun benar.
“T-tidak mungkin!” pekik Kyungsoo pelan, matanya mulai berair. “Chanyeol-hyung akan tetap bermain bersama kita walaupun dia menikah nanti dengan Yejin noona.”
“Memang kau pernah lihat ayah dan ibu bermain bersama sepupu-sepupunya? Tidak, kan?” tegas Sehun dan dia sekali lagi benar.
Wajah Kyungsoo melorot. Sesuatu yang bernama menikah ini sangat mengerikan sampai-sampai Kyungsoo lebih baik bertemu dengan monster pasir.
Jongin pun punya perasaan yang sama. Dia benci Chanyeol datang setiap siang ke rumah mereka hanya untuk makan dan menghabiskan kue pie di kulkas. Dia benci Chanyeol tidur di kamarnya dan memakai guling kesayangannya. Tapi kini dia lebih benci Chanyeol yang akan menikah. Ini sama sekali tidak lucu.
“Aku tidak mau Chanyeol-hyung menikah,” gumam Jongin lirih. “Aku tidak mau dia menikah dan tidak bermain lagi dengan kita.”
Kini Kyungsoo terisak di lantai. Kedua tangannya yang terkepal berusaha menghapus air mata yang tak henti-hentinya mengalir seperti keran rusak.
“Soo Soo juga tidak mau Chanyeol-hyung pergi. Soo Soo mau Chanyeol-hyung datang setiap hari ke sini dan bermain bersama Soo Soo, pergi jalan-jalan ke taman naik mobil, makan es krim setiap hari sabtu, berenang di kolam belakang, mengajari Soo Soo menggambar bebek.”
Baekhyun tidak menangis. Bayi kecil itu hanya merentangkan tangan gempalnya di udara dan Kyungsoo memeluknya erat. “Baekki juga tidak mau Chanyeol-hyung pergi, kan? Nanti siapa yang akan menggendong Baekki dan bermain pesawat-pesawatan luar angkasa kalau Chanyeol-hyung menikah?”
“Ddaa!” (tidak ada yang mengerti ini ‘ya’ atau ‘tidak’)
“Aku juga tidak mau,” kini giliran Sehun yang bicara dengan raut wajah serius. “Kita harus menggagalkan pernikahan ini.”
Tiga pasang mata menatapnya penuh tanya. Sehun terdengar seperti tokoh Benardo dalam telenovela yang sering Victoria tonton. Sosok jahat yang memakai topi koboi dan menaiki kuda warna hitam, wajahnya sangat licik juga bengis.
“Bagaimana caranya?” tanya Jongin. “Masuk ke dalam dan bilang kita tidak setuju? Begitu?”
Sehun menggelengkan kepala. “Tentu saja bukan,” dia menyipitkan matanya ke arah tangga. “Aku punya ide. Ikuti aku.”
Dengan itu Sehun pun berlari meninggalkan mereka semua dalam keadaan bingung. Lalu satu persatu dari mereka mengikuti Sehun ke lantai atas rumah mereka.
“Aku ikut!” kata Jongin.
“Soo Soo juga!” disusul oleh Kyungsoo.
Dan Baekhyun…
“Ddaa!!”
Untuk kesekian kalinya, Baekhyun dilupakan. Namun bedanya kali ini tidak ada yang datang untuk menjemputnya. Bayi kecil itu hanya bisa meneteskan air liurnya dan perlahan-lahan merangkak ke ruang tamu—tidak mengikuti ketiga saudaranya itu.
***
Sesampainya di kamar, hal pertama yang Jongin lihat adalah Sehun sedang menggapai telepon beruangnya dan menekan beberapa nomor di sana.
“Kau mau apa? Kau mau menelepon siapa?”
Sehun tidak menyahut, terlalu berkonsentrasi dengan apa yang sedang dia lakukan.
Kemudian, mereka menunggu. Menunggu dan menunggu hingga seseorang di ujung sana mengangkat teleponnya lalu berbicara. Jongin dan Kyungsoo tidak tahu siapa yang di telepon Sehun. Itu suara perempuan yang menjawab dan…familiar terdengar.
“Halo?”
“YEJIN NOONA TIDAK BOLEH MENIKAH DENGAN CHANYEOL-HYUNG!!! ATAU KAMI AKAN MARAH DENGANMU! JANGAN BAWA CHANYEOL-HYUNG PERGI DARI HIDUP KAMI!!”
Sehun pun menutup teleponnya dan tersenyum lebar. “Mudah kan?”
“Yah! Apa yang kau lakukan?! Kenapa kau membentak Yejin noona??” ujar Jongin mendorong tubuh Sehun.
Kyungsoo juga mendorong (perut) Sehun. “Iya, kenapa kau memarahi Yejin noona? Tidak baik memarahi orang.”
Sehun memutar kedua bola matanya malas dan berkata, “Apa kalian lupa kalau dia lah yang membuat Chanyeol-hyung pergi?”
Tidak ada yang berkomentar.
“Kalau Yejin noona menikah dengan Chanyeol-hyung, sepupu kita yang berambut keriting dan bertelinga lebar itu akan pergi! Maka itu kita harus menyuruh Yejin noona untuk tidak menikah dengan Chanyeol-hyung dan Chanyeol-hyung tidak akan pergi.”
Kyungsoo pun angkat suara sambil menarik-narik kaus Jongin. “Hyung, Soo Soo tidak mengerti.”
Jongin mengangguk, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sehun benar. Sehun 100% benar. Tidak akan ada pernikahan antara dua orang jika salah satunya tak menginginkannya.
“Tapi bagaimana kalau Chanyeol-hyung memaksa?” tanya Jongin memberikan opsi lain. Kautahu kan, Chanyeol-hyung itu sedikit pemaksa.” Yeah, Chanyeol suka mengambil paksa gulingnya, mengambil paksa makanannya, sampai memaksa untuk terlihat tampan di depan publik.
“Ya, itu benar juga sih.” Sehun menggigit kuku jemarinya cemas. Dia tak berpikir sejauh itu.
Tak lama kemudian, Jongin bicara. “Kita harus melakukan sesuatu pada Chanyeol-hyung.”
“Contohnya?”
Jongin mengangkat bahu. “Seperti meracuni makannya dan Chanyeol-hyung akan sakit perut dan tidak jadi menikah.” Wow, dia lebih jahat daripada Benardo.
“Atau kita bisa memberi saus tomat ke dalam shampoo Chanyeol-hyung supaya rambutnya lengket dan tidak jadi menikah.” Usul Sehun cukup menarik dan menjijikan di waktu yang sama.
“Bagaimana kalau kita ikat kaki Chanyeol-hyung dan menyembunyikannya di dalam gudang belakang rumah?” ucap Kyungsoo menyuarakan ide di kepalanya yang…err, lebih sadis daripada Benardo, sungguh. Dari 102 episode yang ada, Benardo tidak pernah mengikat kaki siapa pun dan menyembunyikannya di dalam gudang.
Tapi herannya, kedua kakak sepupunya itu malah setuju dan segera berlari keluar kamar.
“Ide bagus, Soo Soo!” seru Jongin sambil menarik tangannya bersemangat.
Mereka bertiga kembali ke depan ruang kerja Victoria dan bersyukur Chanyeol belum keluar dari sana. Detik itu, Sehun mengulurkan tali tambang tipis yang biasa mereka pakai untuk bermain ‘tangkap penjahat’. Dan inilah rencana ‘kotor-yang-tidak-juga-karena-mereka-masih-kecil-tapi-ini-cukup-sadis’:
1. Mereka memasang tali dengan bentuk melintang dari sisi kanan ke kiri pintu (karena mereka tahu Chanyeol pasti keluar lebih dulu daripada Victoria)
2. Chanyeol akan tersandung dan pasti jatuh. Mereka akan menertawakannya hingga Chanyeol menangis
3. Lalu mereka akan mengikat kakinya dan membawanya ke gudang belakang rumah
4. Mereka akan mengunci pintu dan menyuruh Baekhyun menelan kuncinya (karena Baekhyun suka makan segala sesuatu)
5. Jika orang-orang ingin menyelamatkan Chanyeol, maka mereka harus mengeluarkan kunci dari perut Baekhyun, dan mereka pasti tidak tega membelah perut Baekhyun
6. CHANYEOL TIDAK AKAN PERNAH BISA KELUAR DARI GUDANG! DAN DIA TIDAK AKAN MENIKAH! HAHAHA
Ide itu sudah tersusun di kepala mereka masing-masing. Tali itu kini melintang lebar supaya saat Chanyeol melangkah, dia langsung jatuh terjerembap dan mereka bisa mengikatnya.
Tapi…
Malang sungguh malang, sial sunggulah sial.
Mereka pasti bertanya-tanya mengapa Tuhan menciptakan kaki Chanyeol begitu panjang. Karena ketika pintu terbuka, Chanyeol yang masih berbicara pada Victoria dan MELANGKAHI TALI itu dan selamat dari kecelakaan.
Dan dia sadar ada tali di bawah kakinya.
“Eh, apa ini?”
Kemudian dia mengangkat kepalanya dan mendapati tiga bocah kecil yang merupakan sepupunya sedang mengerjap tak percaya. “Kalian yang memasang tali ini di sini?”
Dari balik punggung Chanyeol, muncul ibu mereka. Victoria menatap tali itu dan bocah-bocah itu secara bergantian.
“Jongin, Sehun, Soo Soo, jelaskan mengapa kalian memasang tali di sini? Kalian tahu ibu atau sepupu kalian bisa jatuh tersandung!” O’ow, wanita itu mulai marah.
Kautahu? Ini mungkin sedikit menyebalkan, tapi ini adalah fakta. Senjata anak kecil jika dimarahi adalah menangis, namun kali ini mereka menangis bukan karena tidak mau dimarahi.
Kyungsoo yang pertama kali melakukannya. Bibir kecilnya bergetar hebat dan dia segera berlari ke arah Chanyeol. Dia menangis sambil memeluk kaki kiri Chanyeol. “Hueeeee!!”
Chanyeol pun bingung setengah mati. “Soo Soo, kena—“
Kemudian dua sepupunya menyusul. Sehun memeluk kaki kanan Chanyeol, Jongin memeluk kedua pahanya dan secara serempak mereka bertiga menjerit. “JANGAN MENIKAH, CHANYEOL-HYUNG!!”
“Menikah?”
“Menikah??”
“Ddah!!”
Chanyeol memandang heran ketiga sepupunya, juga Baekhyun yang kini berada di dekat sepatunya—bermain dengan talinya. Lalu dia menatap penuh tanya ke arah Victoria yang juga sama bingungnya.
“Menikah? Siapa yang mau menikah?”
“Chanyeol-hyung mau menikah dengan Yejin noona kan?” tanya Kyungsoo sesenggukan. Air mata serta ingusnya menempel di celana jins Chanyeol. “Jangan lakukan itu, hyung. Nanti Soo Soo tidak punya teman menggambar bebek.” Lalu dia menangis lagi.
“A-apa? Tapi—“
“Hyung, kau boleh makan semua yoghurt di kulkas, juga kue pie. Kau boleh tidur siang di tempat tidurku dan memakai gulingku sepuas yang kau mau. Kau boleh datang setiap hari ke sini, asalkan jangan menikah. Jangan tinggalkan kami, kumohon.”
Ini baru pertama kalinya Chanyeol melihat Jongin menangis karenanya. “Aku tidak menger—“
“Hyung,” kini giliran Sehun. “Jangan menikahi Yejin noona. Dia pernah bilang dia adalah fans berat Taemin SHINee. Dia lebih menyukainya daripadamu. Taemin bisa menyanyi dan menari dengan sangat bagus dan dia tampan. Yejin noona lebih ingin menikahi Lee Taemin daripada Park Chanyeol.”
Mendengar perkataan bocah itu, Chanyeol pun sedikit termakan olehnya. “Yejin bilang begitu?” (Please, Chanyeol! Yang benar saja!)
Sehun menganggukkan kepalanya cepat, berharap dalam hati bahwa Chanyeol akan percaya padanya.
“Anak-anak, apa-apaan ini? Berhenti bermain dan lepaskan kaki sepupu kalian. Sekarang.”
Victoria adalah ibu yang lembut, tapi kalau dia sudah berbicara begini, tak satu pun dapat mengelak. Ketiga anak itu pun segera menjauh dari kaki Chanyeol dan menundukkan kepala, tak berani menghadapi kenyataan yang terpampang jelas bahwa mereka gagal melakukan misi.
“Sekarang, jelaskan mengapa kalian bertingkah seperti ini.”
Kyungsoo nampak ingin bicara, namun hatinya terlalu sedih. Dia menangis hingga bahunya bergetar hebat dan Sehun merangkulnya prihatin. Seperti biasa, yang tertua lah yang akan angkat bicara. Jongin memberanikan diri walaupun dirinya juga tak yakin apa yang dibicarakan. Mungkin sepuluh detik lagi dia akan menangis.
“Maafkan kami sebelumnya,” dia menarik ingus, “kami menguping pembicaraan ibu dan Chanyeol-hyung.”
“Oke, teruskan,” kata Victoria.
Jongin menghela napas. “Kami mendengar Chanyeol-hyung akan menikah dengan Yejin noona dan kami…kami tidak menginginkan hal itu terjadi.”
“Tunggu,” Chanyeol bereaksi setelah otaknya menyerap beberapa kata dan kalimat, lalu memprosesnya sedemikian rupa hingga dia mulai mengerti. “Kalian bilang aku akan menikahi Yejin?” tanyanya curiga.
Ketiga anak itu mengangguk. Chanyeol tertawa.
Kenapa dia malah tertawa? Batin Jongin.
Victoria ikut tertawa.
Dan kenapa ibu jadi ikut tertawa??
Kedua orang itu menghabiskan hampir satu menit untuk tertawa sementara Jongin beserta dua bocah lainnya hanya bisa memandang dalam bingung. Mereka kenapa sih? Kepalanya rusak ya?
Chanyeol menyeka air mata dari sudut matanya karena ini terlalu lucu. Semua ini membingungkan sekaligus lucu sampai-sampai dia mau menangis. Dia berpikir: ah Tuhan, kenapa Kau memberikan sepupu-sepupu super duper lucu seperti mereka?
Pria tinggi itu akhirnya berhenti tertawa dan menggendong Baekhyun di lengannya.
“Well, biar kujelaskan pada kalian.”
***
Pelajaran pertama dan terpenting yang bisa diambil Jongin, Sehun, Kyungsoo hari itu adalah jangan pernah menguping pembicaraan orang dewasa, karena selain tidak sopan, mereka juga bisa salah mendapatkan informasi yang terdengar setengah-setengah.
Chanyeol tidak menikahi Yejin. Untuk saat ini. Tentu saja.
“APA???” rahang ketiga anak itu jatuh beberapa senti saking kagetnya, kecuali Baekhyun yang terlalu menikmati mentari sore dan susu di botolnya.
Chanyeol memutuskan untuk meluruskan hal ini di taman, sambil mengundang Yejin sang kekasih dan tersangka untuk datang berkumpul bersama-sama duduk di bangku taman.
“Tapi, tapi, tapi—“ Jongin jadi speechless.
“Kalian pasti salah dengar,” ujar Chanyeol, mengusap kepala Kyungsoo yang duduk di pangkuannya. “Aku bilang pada ibu kalian bahwa…” dia sempat melirik ke arah Yejin yang sedari tadi menahan tawa. “Aku mau minta ijin pergi menemani Yejin ke Singapura untuk menghadiri pernikahan sepupunya di sana. Maka itu aku datang hari ini untuk memberitahunya. Hufth, kalian ini.”
Mendengar penjelasan Chanyeol, mereka bertiga merasa lega. Segala prasangka buruk itu tersapu bersih dalam satu detik. Yeay, Chanyeol tidak akan menikah dengan Yejin; tidak akan meninggalkan mereka, Chanyeol akan terus bermain ke rumah mereka dan tak punya anak yang lebih lucu dari mereka.
Itu pikiran mereka, sih.
Namun selain senang, ada rasa bersalah tergambar di wajah ketiga anak itu. Sehun yang paling merasakannya, membuatnya tiba-tiba memeluk Yejin erat.
“Maafkan aku, noona. Berteriak seperti itu di telepon.”
“Berteriak di telepon?” Oh, Chanyeol. Kau tidak tahu usaha apa saja yang dilakukan anak-anak ini untuk menghalangimu menikahi Yejin.
Yejin membalas pelukan itu dengan satu tangan (karena tangan yang lain menjaga Baekhyun di pangkuannya). “Tidak apa-apa, Sehunie. Aku mengerti perasaanmu.”
“Noona, sepupumu akan menikah?” tanya Jongin.
“Yap.”
“Apa kau tidak sedih?” cicit Kyungsoo menyipitkan matanya dari sinar matahari sore yang cukup terik.
“Eumm…bagaimana ya?” Yejin tersenyum dan sekejap dia dapat benar-benar mengerti bagaimana perasaan Jongin, Sehun, Kyungsoo. Chanyeol sering bermain bersama mereka, walaupun menyebalkan, Yejin tahu mereka sangat menyayangi Chanyeol hingga tak bisa melepaskannya bersama orang lain.
“Awalnya aku sedih,” Yejin memulai. “Dari kecil, aku dan sepupuku sangatlah dekat. Kami bermain layangan bersama, makan bersama, menginap di rumah nenek bersama-sama. Dia sudah seperti kakakku sendiri.”
“Lalu saat kami beranjak dewasa, dia mulai punya pacar. Aku pikir, gadis ini benar-benar menyebalkan dan aku kehilangan waktuku bersama sepupuku. Dan ketika sepupuku bilang dia mau menikah, aku berpikir…aku benar-benar akan kehilangan dirinya.”
Yejin menarik napas sebelum melanjutkan ceritanya. Semuanya mendengarkan gadis itu dengan seksama.
“Kautahu, rasanya aku ingin mengikat kaki saudaraku, memukul kepalanya dengan bantal hingga pingsan dan menyembunyikannya di gudang agar dia tidak jadi menikah dengan pacarnya.”
Ketiga anak itu tertawa karena…wow, Yejin noona, kau punya pemikiran yang sama dengan kami.
“Tapi kemudian, sepupuku bilang bahwa dia bahagia. Kekasihnya itu membawa sejuta kebahagiaan dan sering membuatnya tersenyum di kala sedih. Dan aku pikir, wanita itu sangat hebat dapat membuat sepupuku tersenyum di saat sedih. Jadi…aku membiarkannya menikah.”
Yejin tersenyum, mengecup empat kepala bocah kecil itu penuh rasa sayang dan berkata, “Tenang saja. Menikah adalah sesuatu yang membuat orang bahagia tiada taranya, anak-anak.”
“Dan jika seandainya Chanyeol-hyung kalian menikah dengan—“ Yejin melirik Chanyeol yang tengah menyeringai. “—seseorang di luar sana,” wajah Chanyeol kehilangan senyumannya. “Itu tidak berarti dia akan melupakan kalian.”
Yejin benar. Dia terlalu benar untuk dibantah oleh argumen apapun. Chanyeol tidak akan melupakan sepupu-sepupunya yang kecil, yang super menggemaskan, yang super nakal, yang super di berbagai hal. Apa yang bisa membuat Chanyeol lupa tingkah super nakal Jongin menyembunyikan sepatunya di semak-semak taman saat dia akan ujian? Apa yang bisa membuat Chanyeol lupa tingkah Sehun yang super menyebalkan saat tak sengaja menggunting rambutnya? Apa yang bisa membuat Chanyeol lupa akan tingkah Kyungsoo yang super lucu saat menggambar bebek? Apa yanb bisa membuat Chanyeol lupa pada tingkah Baekhyun yang super menggemaskan saat membuat gelembung dari air liurnya?
Sesuatu yang super tidak mudah dilupakan.
“Mungkin kekasihnya itu membawa sejuta kebahagiaan, tapi tak tahukah kalian bahwa kalian membawa satu milyar kebahagiaan bagi Chanyeol-hyung?”
Mereka semua menggelengkan kepala, kecuali Baekhyun yang mulai memejamkan mata dan menguap lebar-lebar.
“Satu milyar kebahagiaan dari Soo Soo, satu milyar kebahagiaan dari Jonginie, satu milyar kebahagiaan dari Sehunie, satu milyar kebahagiaan dari Baekki. Wow, apa lah arti satu juta dibandingkan empat milyar?”
Kyungsoo mengerjapkan kedua matanya yang besar, memandangi jemarinya. “Memangnya empat milyar lebih banyak ya daripada satu juta?”
Ah, ya, Kyungsoo baru bisa menghitung satu sampai seratus. Yejin lupa hal itu. Dia hanya bisa mengiyakan pertanyaannya dan membuat Kyungsoo melompat kegirangan di pangkuan Chanyeol.
“Hyung, aku membawa satu milyar kebahagiaan untukmu,” cicit Kyungsoo senang.
“Tentu saja, Soo. Kau dan gambar bebekmu selalu membuatku bahagia,” balas Chanyeol gemas.
Dengan itu Kyungsoo menyandarkan kepalanya di dada Chanyeol dan tersenyum senang bukan main. Mereka tidak perlu cemas Chanyeol akan menikah dengan siapa, kapan, dan bagaimana, karena mereka lebih berarti dari apapun. Mereka percaya kata-kata Yejin penuh dengan keyakinan dan semua orang tahu, mereka akan melupakan ini seraya waktu terus bergulir dan mereka tumbuh dewasa. Tapi entahlah, apakah melepaskan sepupu kesayangan akan semudah yang diceritakan Yejin?
Jadi…
Hari itu berakhir bahagia dan indah. Mereka berenam berbaring di rumput taman sambil memerhatikan awan-awan berarak di atas kepala mereka. Ada awan yang berbentuk anjing, sapi, bunga dan…Baekhyun?
Mereka hanya bergerak ketika mendengar lagu mobile s krim melantun dari kejauhan dan Jongin bersorak gembira. “Es kriiiiiimmmm!!! Aku mau es kriiiimmm!”
“Aku jugaaaa!!”
“Soo Soo jugaaa!!”
Chanyeol terpaksa mengeluarkan beberapa lembar uang dari kantung celananya. Lalu dia membiarkan ketiga anak itu berlari meninggalkan Chanyeol bersama Yejin juga Baekhyun yang tertidur pulas di tengah-tengah.
Chanyeol mengeliminasi jarak di antara mereka. Kini bukan langit yang dia pandangi, melainkan Yejin dan Yejin. Kulit Yejin yang mulus tertempa sinar matahari sore, rambutnya yang kecokelatan, bulu mata lentiknya, hidungnya, bibirnya. Semuanya. Semuanya yang membuat Chanyeol jatuh cinta pada gadis ini terlalu dalam.
“Kau hanya membawa sejuta kebahagiaan?” tanya Chanyeol tiba-tiba, membuat Yejin membuka matanya.
“Apa?”
“Menurutku, kau membawa seratus milyar kebahagiaan,” gumam Chanyeol.
Yejin tergelak. “Apa kau sedang berusaha menggombaliku, Park Chanyeol?”
“Entahlah, apa itu gombalan? Karena apapun yang kuucapkan adalah perkataan tulus dari hati.” Eww, cheesy!
Gadis itu memutar kedua bola matanya dan melemparkan segenggam rumput dari tanah. “Makan rumput ini, Park Chanyeol.”
“Hei, aku serius, Yejin.”
Serius? Kapan seorang Park Chanyeol pernah serius? Oh, oke, dia pernah serius satu kali ketika mencium Yejin waktu itu dan mengatakan betapa dia menyukai gadis itu, lalu mereka berakhir pacaran beberapa bulan seperti ini.
“Yejin,” panggil Chanyeol lagi.
“Hmm?”
“Apa kau lebih menyukai Taemin SHINee daripadaku?”
Yejin menyemburkan tawanya dan segera menutup mulutnya sebelum membuat Baekhyun terbangun. Dia mendorong kepala Chanyeol karena betapa bodoh kekasihnya ini.
“Tentu saja.”
“Yah! Aku merasa terluka, Kim Yejin.” Park Chanyeol mengerucutkan bibirnya sebagai respon.
“Um, tidak. Aku tidak menyukai Taemin,” katanya, sedikit menaikkan harapan Park Chanyeol. Yejin bergeser sedikit mendekati Baekhyun dan memeluknya. “Aku lebih menyukai Baekki.”
“Tidakkah dia terlalu muda untukmu?” Chanyeol kembali cemberut.
“Aku akan menunggu Baekki dua puluh lima tahun lagi,” jawab Yejin santai.
“Kim Yejin!!”
Yejin tertawa dan menutup matanya lagi. Yang dia dengar kini hanyalah gerutuan Chanyeol bercampur dengkuran lembut si kecil Baekhyun. Lalu karena faktor mengerjakan tugas kuliah hingga tengah malam, rasa lelah mendera Yejin dan mengantarkannya ke dalam alam tidur yang jauh, jauh, menjauhi Chanyeol dan segala macamnya.
Namun, Yejin masih bisa mendengar sayup-sayup suara Jongin yang berkata: “Yaaah, es krim Soo Soo jatuh.”
Dan Yejin masih cukup sadar saat Chanyeol membisikkan satu kalimat manis di telinganya sebelum beranjak dari sana untuk mengurus Kyungsoo dan es krimnya yang jatuh.
Terbawa hingga ke alam mimpi dan Yejin berharap apa yang dia dengar ini bukanlah khayalan semata.
“Jika kau mau menikah denganku, aku akan memberikan satu triliyun kebahagiaan sebagai balasannya.”
Yejin tersenyum dalam tidurnya.
“Apa kau baru saja melamarku, Park Chanyeol?”
.
.
.
.
.
.
.
.
Dua tahun kemudian
.
.
.
.
.
.
“Bu, aku tidak mau pake jas yang ini.”
“Sehunie, pakai kembali jas-mu.”
“Tapi aku mau pakai yang warna putih seperti Chanyeol-hyung.”
“Tidak bisa, sayang.”
“Kenapa?”
“Karena Chanyeol-hyung yang jadi pengantin prianya harus pakai jas warna putih, sedangkan Sehunie hanya pengiringnya, oke?” Victoria menyeka keringat di dahi anaknya dan berkata, “Pakai kembali jas-mu dan jangan berlarian ke sana kemari.”
“Bi, dasi Soo Soo lepas.”
Kyungsoo muncul entah dari mana dengan dasi kupu-kupunya yang tidak terikat. Victoria menghela napas dan mengikatnya lagi. Dia berpikir, mengapa sulit sekali mengatur anak-anak ini? Mengapa mereka tidak duduk manis seperti adik mereka—Baekhyun—sebelum menghancurkan pernikahan Chanyeol dan Yejin?
“Ayo, jangan berlari-lari lagi dan tunggu Chanyeol-hyung di sana, oke?”
Kyungsoo mengangguk dan berlari ke dekat pintu altar. Belum ada lima detik kepergian Kyungsoo, Jongin datang dengan rambut berantakan.
“Bu, aku lapar. Boleh tidak aku makan kuenya?”
“Jonginie sayang, tunggu sampai acara peneguhan pernikahan ini selesai. Kau boleh makan kue sebanyak yang kau mau. Berdirilah dekat pintu bersama adik-adikmu.”
Jongin hanya bisa mengangguk pelan dan berjalan gontai.
Kali ini, Victoria bisa bernapas lega, namun napasnya sedikit tersentak ketika melihat Chanyeol mulai memasuki altar diikuti anak-anaknya. Chanyeol tidak pernah setampan itu sepengetahuan Victoria. Keponakannya sangat tampan di hari pernikahannya itu.
Dan tentu saja, pernikahan ini bisa diselenggarakan atas persetujuan tiga anak yang dulu menentang habis-habisan pernikahan Yejin-Chanyeol. Dengan kembang gula, nonton bioskop, boneka pororo, es krim, dan taman bermain, mereka bilang Chanyeol boleh menikah dengan Yejin. Fiuh.
“Yeollie-hyung,” kata Baekhyun sambil menunjuk sosok berjas putih itu.
“Iya, itu Yeollie-hyung yang tampan.”
Victoria semakin dibuat haru ketika Yejin sang pengantin wanita masuk ke dalam altar. Begitu cantik, begitu sempurna berdiri di samping Chanyeol.
Pilihan bagus, Yeol.
THE END
a/n:
ehehehehehe hai ehehehehehe *giggling all the time*
yap! Seharusnya ini diselipin di pdf version, tapi aku terlalu malas untuk ngedit-ngedit semua fic babysitting ini (maaf) dan waktunya juga belum free free amat, jadi mungkin juni aku akan kembali ke sini untuk ngebenahin fic+blog fiuhh banyak ya hahaha
Owkay, aku akan mengambil hiatus yang super panjang bulan ini dan mungkin gak bisa ngurusin blog selama itu. Sampai berjumpa di bulan Juni dan tolong, kerjasamanya ya. Kemaren masih dapet kabar kalo ada yg ngeshare ff-ku tanpa kredit di fb (hah, sudahlah tak usah diperpanjang lagi ya masalahnya). Kalian boleh reblog, share link, apapun itu harus ada creditnya ya :) Komen yang jujur dan sopan sangat diharapkan dan maaf kalo gak bisa ngebales komennya satu-satu, but I appreciate it a lot, like…really-really happy to read all of them, so thank you soooo muuuuch <3
Semangat ya buat yang besok UN! Semangat buat semuanya ehehe <3
See you <3
![]()